Kisah TNI AU, Suryadarma Mengebom Kapal Jepang (Bagian 2)

Repro TNI AU

ANGKASAREVIEW.COM – Para pemuda Indonesia yang mengikuti Sekolah Penerbang Pengintai di Kalijati telah saling mengenal dan bergaul akrab dengan Suryadarma (Waarnemer II) dan diangkat menjadi instruktur di sekolah itu. Oleh karenanya, saat Suryadi Suryadarma ditugaskan merintis pembentukan AURI dan mengembangkan pendidikan matra udara pada masa revolusi fisik, yang pertama-tama dipanggil adalah eks siswa-siswa penerbang tersebut.

Penerbangan di Hindia Belanda baru dimulai tanggal 30 Mei 1914 melalui pembentukan Bagian Penerbangan Percobaan (PVA – Proef Vliegafdeling) tentara Hindia Belanda, KNIL.

Semula, PVA ini tak memiliki pesawat terbang dan akhirnya diputuskan membeli dua pesawat Glenn Martin yang dibuatkan pangkalannya di Tanjung Priok. Tujuan awalnya adalah untuk menghemat biaya. Namun, pada perkembangan kemudian, pesawat terbang yang berbasis di daratan juga ternyata tetap diperlukan.

Belanda kemudian membangun lapangan terbang di Kalijati dengan kondisi yang masih sederhana, menggunakan lapangan rumput dan bangsal dari bambu.

Tidak adanya hanggar pesawat membuat pesawat Glenn Martin yang dipindahkan ke Kalijati jadi cepat rusak. Tahun 1917 PVA membeli pesawat-pesawat baru, yakni delapan pesawat pengintai dan empat pesawat latih.

Di Kalijati inilah kemudian dibuka Sekolah Penerbangan yang pertama di Indonesia, Vliegafdeling. Tanggal 1 Agustus 1921 Vliegafdeling berubah menjadi Luchtvaartafdeling (LA) atau Bagian Penerbangan. Lembaga ini terdiri dari Dinas Terbang (VD ā€“ Vliegdienst) dan Dinas Teknik (TD- Technisedienst).

Pada 1 Januari 1940 LA diubah lagi menjadi Militaire Luchtvaart (ML) atau Penerbangan Militer, bagian dari KNIL. Di bagian pendidikan dibuka juga dua sekolah yaitu Vliegschool (Sekolah Penerbang) dan Waarnemerschool (Sekolah Navigator). Kedua sekolah ini tahun 1939 disatukan menjadi Vlieg en Waarnemerschool dan ditempatkan di Lapangan terbang Andir.

Mengebom Tarakan

Istimewa

Sobat AR, sebagaimana diuraikan dalam buku Marsekal TNI Suryadi Suryadarma (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985, ditulis oleh Sutrisno), saat bertugas di Kesatuan Pembom ada satu pengalaman tak terlupakan yang dilaksanakan Suryadarma. Kala itu, bangsa Indonesia tengah menghadapi datangnya kekuatan baru, Dai Nippon, yang tiba ke Bumi Nusantara tahun 1942.

Jabatan Suryadarma saat itu adalah Wakil Komandan 2 VLG (Group 7). Ia ditempatkan di Pangkalan Udara ā€œZā€ (Vlieg basis Z) Sumatra. Tugas utama yang diembankan kepadanya adalah menjaga iring-iringan kapal Belanda terhadap serangan kapal selam Jepang, mengintai kapal-kapal selam musuh, menyerang iring-iringan kapal Jepang, dan menyerang pemusatan Angkatan Laut Jepang di Selat Makassar.

Dalam pertempuran menghadapi armada Jepang tersebut, Suryadarma melaksanakan pengebomnan terhadap kapal penjelajah Jepang di Tarakan menggunakan pesawat pengebom Glenn Martin B-10 nomor registrasi M-588.

Misi dilaksanakan menggunakan sembilan pesawat pengebom. Naas, delapan pesawat berhasil ditembak Jepang, sementara satu pesawat lagi selamat dan di pesawat itulah Suryadarma bertugas sebagai navigator dan pengebom (bommenwerpers).

Saat melaksanakan tugas itu, pilot SH. Lukien yang menerbangkan pesawat menderita luka-luka terkena tembakan di kepalanya. Namun demikian ia masih bisa mendaratkan pesawatnya secara darurat di Manggar. Dengan selamatnya pesawat tersebut, selamat pula nyawa Suryadarma dari ancaman maut. Sesampai di darat, Suryadarma segera membawa pilot ke rumah sakit.

Dalam misi pengoboman itu, kapal penjelajah Jepang berhasil dihancurkan. Atas prestasinya tersebut, Suryadi Suryadarma mendapat penghargaan bintang ‘Brozen Kruis’ dari Pemerintah Belanda tanggal 27 Januari 1942 disertai dengan piagam penghargaan ‘Medal for Distinguished Service during Combat’ yang diumumkan lewat siaran radio dari Markas Besar Tentara Belanda di Jawa, Maret 1942.

Roni Sontani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *