Penjelasan Luftwaffe Mengenai Benturan Dua Typhoon di Udara

via BBC

AIRSPACE REVIEW (AngkasaReview.com) – Angkatan Udara Jerman (Luftwaffe) memberikan penjelasan mengenai benturan dua jet tempur Eurofighter Typhoon mereka yang menyebabkan satu penerbangnya gugur.

Seperti diberitakan sebelumnya, dua jet Typhoon dari Skadron Taktis 73 “Steinhoff” yang berbasis di Laage dekat Rostock berbenturan di udara di kawasan timur laut Jerman pada Senin, 24 juni 2019.

Penjelasan Luftwaffe yang dikutip FlightGlobal (27/6) menyebutkan, kedua pesawat saat itu tengah melakukan latihan pencegatan (intersepsi) di atas ketinggian 9.800 kaki. Satu pesawat Typhoon lainnya bergabung memerankan diri sebagai pesawat yang akan dicegat.

Pada saat hendak melakukan pencegatan, kedua Typhoon melakukan manuver untuk membentuk formasi menyerang.

Kedua pesawat saling berganti posisi di ruang terbatas pada kecepatan tinggi. Pilot melakukan penerbangan secara visual.

Badan meteorologi memastikan, cuaca saat itu cerah, langit terang benderang, jarak pandang bagus dihiasi sedikit gumpalan awan.

Namun apa yang terjadi kemudian, kedua pesawat dalam latihan tersebut berbenturan (collided) satu sama lain.

Dengan kondisi kedua pesawat yang sudah tidak bisa dikendalikan lagi akibat berbenturan secara keras dalam kecepatan tinggi, satu pilot berhasil melaksanakan eject. Ia selamat dengan sedikit luka-luka. Namun satu penerbang lainnya gugur.

Pesawat jatuh di Distrik Muritz Lake, Mecklenburg-Vorpommern, timur laut Jerman.

Sementara satu Typhoon lain yang berperan sebagai agresor selamat dari kecelakaan dan mendarat di Bandara Rostock.

Kedua Typhoon milik Luftwaffe dalam kecelakaan ini merupakan pesawat yang dioperasikan sejak tahun 2010 dan telah membukukan 1.000 jam terbang.

Typhoon
via Global Times

Luftwaffe menjelaskan, materi latihan seperti ini sebenarnya merupakan hal biasa yang sebelumnya dilakukan di simulator.

Namun bagi penerbang tempur, latihan secara nyata pun harus dilaksanakan guna mendapatkan pengalaman sesungguhnya.

Pilot dapat mengetahui kondisi nyata di mana terjadi faktor ketegangan yang harus dihadapi. Demikian juga dengan panas terpaan sinar matahari, tarikan gravitasi, kecepatan terbang, dan lainnya.

Sementara itu, Der Spiegel (28/6) melaporkan, pihak investigator kecelakaan telah mengabaikan faktor kerusakan teknis pesawat dalam kecelakaan tersebut. Investigator lebih menyoroti soal faktor kelalaian manusia.

Kecelakaan dua Typhoon pada minggu ini merupakan musibah paling fatal dari 140 Typhoon yang dioperasikan Luftwaffe. Di luar jumlah ini, Luftwaffe masih menunggu kiriman tiga unit Typhoon dari konsorsium Eurofighter.

Roni Sontani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *