Dirgahayu TNI AU, Sayap Tanah Air, Jaya Selalu Menjaga Negeri

HUT TNI AURoni Sontani

ANGKASAREVIEW.COM – Pada Selasa, 9 April 2019, ini Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) berulang tahun yang ke-73. Sejak diresmikan pada 9 April 1946 silam, dinamika terus berkembang.

Tahun 1960-an, TNI AU pernah menjadi kekuatan terbesar di belahan Selatan, hal yang sekarang justru kita impikan lagi apabila negara memandang potensi musuh dari luar selalu ada dan setiap saat mengintai.

Tidak mudah untuk melengkapi kekuatan tempur udara yang dibutuhkan guna menjaga negeri seluas 1,905 juta km2. Pemerintah perlu lebih serius lagi untuk memperhatikan masalah ini.

Tautan: TNI AU Sudah Kirim Penerbang untuk Su-35 ke Rusia

Pengadaan jet tempur Su-35 untuk Skadron Udara 14 yang kini berubah menjadi skadron tempur tanpa pesawat misalnya, butuh tindak lanjut lebih serius sehingga tak membuat proses pengadaan ini terkesan lambat.

Pengadaan pesawat, mengutip salah satu sumber, tidak bisa hari ini pesan besok datang. Memang demikian adanya. Oleh karena itu, perencanaan yang lebih matang perlu dilakukan. Bukan hanya oleh TNI AU saja, melainkan oleh seluruh lembaga terkait secara kolektif dalam hal pengadaan/pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) baik dari dalam maupun luar negeri.

F-16Sandriani Permani

Sumber lain mengungkap, pengadaan alutsista dari Timur terganjal ancaman sanksi dari Barat. Ini juga pekerjaan bersama di mana lobi-lobi tingkat tinggi harus lebih berperan besar untuk menunjukkan bahwa Indonesia berdaulat dan menjunjung tinggi persahabatan.

Tautan: TNI AU: Tahun Depan Skadron Udara 31 Bakal Diisi C-130J Super Hercules

Win-win solution bisa ditempuh di mana kita mengakomodir pesawat buatan Barat dan Timur. Hal ini sebenarnya sudah berjalan lama, jadi semestinya juga dapat dicarikan jalan tengahnya. Persaingan pasar penjualan alat peralatan militer di mana pun terjadi, dan ini kita maklumi. Yang harus kita cegah, adalah apabila pihak-pihak luar terlalu ikut campur atau malah mengatur kebutuhan kita dalam perkuatan alutsista.

Tautan: Tantangan Terbesar TNI AU, Menutup Celah-celah Udara di Garis Perbatasan Negara

Pemenuhan 32 radar militer dari yang sekarang baru terpenuhi 20, juga termasuk agenda yang harus dipercepat. Radar, ibaratkanlah sama dengan infrastruktur, menjadi penunjang bagi terciptanya pengamatan dan pengamanan ruang wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang utuh. Sehingga, pengadaan sistem ‘mata dan telinga’ ini menjadi prioritas.

C-130Istimewa

Pengembangan Komando Operasi Angkatan Udara (Koopsau) telah dilakukan oleh Mabes TNI, sehingga di TNI AU kini terbentuk Koopsau III di Biak, Papua. Kita sambut baik pembangunan ini yang juga diikuti dengan peningkatan tipe pangkalan udara dan pembangunan skadron-skadron udara di beberapa pangkalan di wilayah Timur.

Kita sadari, selama 73 tahun TNI AU memang tidak memiliki skadron pesawat di wilayah timur karena semua terpusat di Barat dan Tengah. Rencana ini sudah disusun oleh TNI AU dan saat ini dalam proses pelaksanaannya.

Tautan: KSAU: Masih Proses Pengadaan, Banyak Pesawat Baru Akan Lengkapi TNI AU

Kebutuhan alutsista lain sebenarnya masih banyak dan telah dituangkan dalam rencana strategis pemenuhan kebutuhan Kekuatan Pokok Minimum (MEF) hingga tahun 2024.

Selain pesawat tempur, pengadaan pesawat angkut masuk dalam perencanaan ini. Sebagaimana diketahui, TNI AU harus dapat mendukung operasi Trimatra Terpadu TNI baik dalam hal Operasi Militer Perang maupun Operasi Militer Selain Perang.

Gempa SultengDispenau

Pesawat peringatan dini dan kendali operasi udara atau dalam terminologi militer dikenal sebagai pesawat AEW&C atau AWACS juga menjadi kebutuhan TNI AU selain pesawat tanker tentunya. Bila kita sedikit nakal dan membandingkan dengan negara tetangga yang luas wilayahnya sangat kecil, maka pemenuhan kebutuhan pesawat jenis ini bagi TNI AU jelas tertinggal.

Tautan: RSAF Tawarkan Pelatihan UAV dan Air Refueling Pakai A330 MRTT kepada TNI AU

Optimisme tentu harus terus dibangun seiring langkah kita menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Banyak kebutuhan-kebutuhan yang bisa diuraikan dan hal ini butuh keseriusan juga untuk pemenuhannya. Kecuali, lagi-lagi, kalau kita mengesampingkan kebutuhan pertahanan negara sebagai prioritas ke berapa.

SukhoiHeru Sri Kumoro/Kompas

Di internal TNI AU sendiri, sejak dilantik menjadi Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) pada Januari 2018, Marsekal TNI Yuyu Sutisna terus memompa semangat dan motivasi prajurit guna menjadi prajurit yang Profesional, Militan, dan Inovatif.

Tautan: TNI AU Latihan Perang Menggunakan Aplikasi Soyus

Di tengah segala keterbatasan yang masih dihadapi, TNI AU terus bekerja profesional, penuh pengabdian, dan berinovasi melahirkan kreativitas-kreativitas positif demi menjadikan TNI AU sebagai Sayap Tanah Air yang dapat dibanggakan bangsa ini.

Istimewa

KSAU juga terus mengingatkan seluruh jajarannya untuk meningkatkan keselamatan terbang dan kerja (lambangja) yang pada akhirnya bermuara pada terciptanya nol kecelakaan (zero accident). Tahun 2018, TNI AU telah berhasil melewatinya dengan terciptanya zero accident. Hal ini pula yang ingin dicapai pada tahun ini dan di tahun-tahun seterusnya.

Tautan: Tinjau Lanud Atang Sendjaja, KSAU Tekankan Peningkatan Keselamatan Terbang dan Kerja

Pencanangan zero accident, sebagaimana digaungkan oleh para KSAU sebelumnya, memang menjadi salah satu prioritas yang harus dilaksanakan oleh jajaran TNI AU. Hal ini untuk menghindari terjadinya insiden maupun kecelakaan (accident) yang dapat menghilangkan tidak saja materi, namun juga nyawa manusia.

Dirgahayu TNI Angkatan Udara, Swa Bhuana Paksa, Sayap Tanah Air. Rakyat bangga padamu.

Roni Sontani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *