Capt. Esther, Langit Biru, dan N219

JR Nugroho

ANGKASAREVIEW.COM – Kepala Pilot Uji PT Dirgantara Indonesia Capt. Esther Gayatri Saleh merupakan salah satu pilot di Indonesia yang mendedikasikan diri untuk mengabdikan segenap ilmu dan kemampuannya kepada bangsa dan negara melalui industri pesawat terbang milik negara di Bandung, Jawa Barat.

Menjadi satu-satunya perempuan yang berprofesi sebagai pilot uji, bahkan menjadi kepala pilot uji pesawat sayap tetap produk PTDI, tidak menjadikan Capt. Esther lantas merasa lebih dari yang lain. Segala hal ia jalani dengan kerendahan hati dan tetap menjunjung tinggi profesionalisme.

Dengan menjadi pilot uji, Capt. Esther merasa lebih dekat dengan Tuhan. Risiko pekerjaannya yang besar –menerbangkan pesawat yang sama sekali belum pernah diterbangkan– menuntunnya pada satu perenungan. “Bahwa ketika saya akan terbang pun, saya merasa Tuhan membimbing saya. Waktu akan melakukan penerbangan perdana N219, jam 2.30 pagi saya ‘dibangunkan’. Saya bayangkan 30 menit seperti apa penerbangan itu, dan ternyata sama persis dengan apa yang saya bayangkan,” ujarnya.

Sukses menerbangkan prototipe pertama pesawat N219 karya anak bangsa, tugasnya tidak selesai sampai di situ. Mengudaranya N219 justru menjadi awal bagi langkah-langkah selanjutnya. Harapan terbesarnya adalah, N219 dapat mencapai sertifikasi kelayakan penggunaan dan kemudian diproduksi massal untuk digunakan oleh para operatornya kelak.

N219 merupakan salah mimpi besarnya yang juga mimpi besar bangsa ini untuk dapat mewujudkan cita-cita di bidang kedirgantaraan setelah 23 tahun lalu N250 mengudara.

Penerbangan perdana N219 pada 16 Agustus 2017 menjadi kado terindah yang diberikan anak bangsa kepada bangsa ini sehari jelang peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-72. Mengenang jasa-jasa Nurtanio dalam merintis industri dirgantara di Indonesia, Presiden Joko Widodo pun secara resmi kemudian menyematkan nama ‘Nurtanio’ sebagai nama N219.

Kisah penerbangan N219 dan sosok pilot ujinya sebagai ‘Kartini Udara Indonesia’ dimuat dalam majalah Langit Biru edisi 06 yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug. Saat Capt. Esther menerima majalah ini, ia terkesan dengan nama langit biru sambil melihat ke atas. “Wow.. Langit Biru… Cerah seperti siang ini. Langit Biru… Kita terbang di langit biru..,” ujarnya.

Lompatan N219

JR Nugroho

Penerbangan perdana menjadi sebuah lompatan pertama dari rangkaian loncatan-loncatan lain yang harus dijalani. Kurang lebih satu tahun, paling cepat, dibutuhkan sehingga N219 bisa meraih sertifikasi kelayakan terbang dan penggunaannya dari Kementerian Perhubungan RI.

Namun demikian, untuk sebuah pesawat prototipe patokan waktu ini jelas tidak mutlak harus tercapai. Bagaimana pun, sebuah pesawat yang benar-benar baru dibuat, bukan pesawat yang telah disertifikasi, akan melewati dinamika uji coba lebih lama di mana di situ bisa terjadi proses penyempurnaan-penyempurnaan dari hasil uji dan evaluasi.

Capt. Esther menandaskan hal itu, bahwa penerbangan pesawat prototipe melalui uji pesawat eksperimen (experimental flight testing) sangat beda dengan pesawat-pesawat yang sudah disertifikasi. “Kenapa, karena namanya prototipe, kita sendiri sedang melihat perilaku (behavior) pesawat ini seperti apa. Apakah sesuai dengan prediksi di atas kertas atau tidak,” ujarnya kepada tim Angkasa Review di hanggar pesawat PTDI, Selasa (10/7/2018).

Soal jam terbang untuk pengujian N219, memang sudah dihitung sekira 350 jam terbang. “Tapi itu pun masih plus-minus. Bisa lebih cepat, bisa lebih lambat tergantung pada apa yang kita temukan pada saat pengujian. Dan ini normal-normal saja,” lanjutnya.

Capt. Esther juga memberikan gambaran, bahwa apabila kita komparasikan kepada industri-industri pesawat di luar negeri, yang sudah maju sekalipun, proses uji terbang bervariasi antara 2-3 tahun hingga pesawat mendapatkan sertifikasi. “Saya pribadi secara profesional inginnya cepat. Namun demikian, proses itu tidak bisa dihilangkan stepping-nya.”

Dikatakan, saat ini N219 baru menjalani kurang lebih 26 jam terbang. Meski demikian, sudah ada pencapaian yang lebih besar dari saat penerbangan perdananya. “Saat tim menemukan ada sesuatu yang harus diubah, baik itu desain maupun komponennya, maka akan dibuat lagi bagian-bagian dari komponen barunya. Kita sediakan lagi materialnya dan seterusnya. Sehingga, ini pun akan menambah waktu tentunya.”

Prediksi-prediksi para spesialis dan perhitungan ini harus sangat akurat untuk mencegah kesalahan. “There is no room for error, apalagi untuk uji coba. Sehingga, setiap proses terbang yang akan dilakukan selalu ada yang namanya test safety review board. Harus melalui board yang akan memutuskan pesawat ini bsia terbang atau tidak, safe atau tidak,” paparnya.

“Memang ada target tentunya, namun penemuan di lapangan itu yang bisa bercerita lain. Ini yang kita harap bisa dimaklumi, walaupun tim akan berkerja dan berupaya mencapai hasil yang optimum,” lanjutnya.

Sertifikasi

JR Nugroho

Capt. Esther melakukan uji N219 di sekitaran langit Pelabuhan Ratu dan Sukabumi. Hal ini berdasarkan berbagai perhitungan termasuk lalu-lintas udara dan kapastias bahan bakar pesawat. Setiap penerbangan rata-rata dilaksanakan dua jam, tergantung dari materi uji coba. Penerbangan dilaksanakan oleh empat orang kru terdiri dari pilot, kopilot, dan dua flight test engineer. “Jumlah kru minimum, tapi yang penting kami bekerja secara maksimal.”

Ditanya mengenai harapan terbesarnya terhadap N219, Capt. Esther mengatakan bahwa hal itu adalah sertifikasi. Dari lubuk hati terdalam, ia meyakini kalau N219 merupakan pesawat yang bagus. “Saya kok.. rasanya ini pesawat akan bagus. Pada saat nanti sudah disertifikasi, pesawat ini akan mejadi pesawat yang sangat bagus dan akan diproduksi massal,” tandasnya.

Terakhir ia berpesan, kalau kita bisa beli pesawat buatan dalam negeri, mengapa hal itu tidak dilakukan. “Kalau kita beli pesawat di luar fine-fine saja karena speknya memang tidak ada. Tapi kalau masih speknya yang sama ada di dalam negeri, kenapa tidak membeli pesawat dari dalam negeri?”

Dengan membeli buatan dalam negeri, lanjutnya, uang tidak akan lari ke luar. Selain itu, orang-orang di dalam negeri akan semakin pintar karena terus menguasai teknologi.

Roni Sontani

One Reply to “Capt. Esther, Langit Biru, dan N219”

  1. Kalau saja negara ini benar benar mencintai produck dalam negeri, in sya allah bangsa ini sudah lebih maju dari negara tetangga di asia tenggara. Mudah mudahan kedepan pemerintah lebih memilih produck dalam negeri dari pada impor aamiin ya robbal alamiin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *