Banyak Pesawat Militer AS Jatuh, Pemotongan Anggaran Pertahanan Jadi Penyebab

theavionist.co

ANGKASAREVIEW.COM – Dalam tiga minggu terakhir ini tercatat ada 16 anggota militer AS tewas karena kecelakaan penerbangan yang terjadi justru di dalam negeri.

Investigasi enam bulan yang dilakukan oleh Military Times menemukan tren mengkhawatirkan mengenai penerbangan.

“Karena pemotongan anggaran pada 2013, kecelakaan penerbangan telah meningkat 40 persen,” kata Tara Copp, kepala biro Pentagon seperti dilansir oleh Military Times.

Baca juga:
F-15K Korsel Jatuh, Dua Pilot Dinyatakan Tewas di Tempat
Jet F-16 Thunderbirds AU AS Jatuh, Pilot Tewas

Publikasi tersebut berdasarkan laporan kecelakaan penerbangan dari 2011 hingga saat ini. Data menunjukkan bahwa kecelakaan telah meningkat 40 persen. Kecelakaan paling banyak terjadi di penerbangan Angkatan Laut dan Korps Marinir.

Namun demikian, pihak militer AS enggan mengatakan bahwa pemotongan anggaran menjadi masalah utamanya. “Anda harus melihat mata rantai yang menyebabkan kecelakaan itu dan kenapa anggaran dipotong,” ujar Copp.

Ketika pemerintah terpaksa memotong anggaran, Kongres dan Pentagon punya pilihan untuk dibuat, memotong sistem persenjataan, memotong pelatihan, atau memotong personil.

Memotong pembelian sistem persenjataan bisa menimbulkan denda dan hukuman lain terhadap Pentagon. Itu juga bisa menyebabkan PHK besar-besaran di industri pertahanan. Tak heran jika kongres AS lebih memilih untuk mengurangi personil dan memotong anggaran pelatihan untuk personil yang tersisa.

Pentagon menawarkan pensiun dini kepada personel yang telah bertugas 15 tahun. Banyak dari penerbang dan mekanik ikut program tersebut. Mereka lah yang tahu persis soal pengoperasian dan perawatan pesawat. Tanpa dasar pengalaman yang mumpuni, tentu memiliki risiko yang lebih besar.

Risiko itu bisa dikurangi dengan lebih banyak pelatihan bagi personel yang tersisa. Namun karena anggran latihan pun dipotong, pilot-pilot yang memiliki pengalaman kurang dari 15 tahun akan menjadi semakin sulit untuk mendapat terbang dengan kualitas yang mumpuni.

Copp mengutip contoh awak bomber B-1 yang jam terbangnya dipotong setengah dalam dua tahun terakhir. Tahun 2017 mereka hanya mengantongi 11.000 jam terbang padahal tahun 2013 mereka bisa terbang hingga hampir 25.000 jam. Jumlah jam terbang ini diyakini berbanding lurus dengan jumlah kecelakaan.

Tahun 2013 hanya ada 20 kecelakaan dan insiden yang melibatkan B-1 namun di tahun 2017 insiden dan kecelakaan B-1 meningkat hingga 25 kejadian. (IAN)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *