Tawon Hitam, Drone Intai Berukuran Nano Milik Brimob Polri

ANGKASAREVIEW.COM – Dalam sebuah laman khusus yang dibuat untuk mendiskusikan Pertahanan Indonesia di situs https://defence.pk, terpampang sebuah foto dua orang personel Gegana Brimob Polri sedang mengoperasikan helikopter intai mungil Black Hornet. Seorang personel Brimob Polri mengkonfirmasi Angkasa Review hari ini (Selasa, 7/3/2018) bahwa benar nano UAV (unmanned aerial vehicle) nan canggih tersebut telah memperkuat dua pasukan dari korps ini, Gegana dan Pelopor sejak awal tahun ini.

Dalam praktenya dilapangan, pasukan Gegana jelas membutuhkan UAV (drone) seukuran telapak tangan orang dewasa ini untuk mendeteksi benda yang dicurigai sebagi bom dengan melayang di atasnya. Begitu pula dengan pasukan Pelopor, mereka tentu juga sangat membutuhkan pengintai mungil ini untuk mendukung tugas ISR (intelligence, surveillance, reconnaissance) sebelum berlaga di medan tempur. Dengan menggunakan wahana intai nirawak seperti ini, gambar bergerak (video) atau gambar diam (still image) bisa dilihat secara langsung oleh operator dari jarak yang aman.

Drone yang tampilannya seperti mainan ini juga cocok digunakan satuan lain seperti Densus 88 Polri. Misalnya digunakan dalam operasi mencari keberadaan teroris yang bersembunyi dalam ruangan gedung atau rumah. Ukurannya yang mini membuatnya bisa terbang menyelinap dari pintu atau jendela yang terbuka atau telah di pecahkan/didobrak terlebih dahulu.

Teruji Perang

Black Hornet Nano adalah kendaraan udara tak berawak (UAV) bersayap putar yang dikembangkan oleh Prox Dynamics dari Norwegia dan diproduksi sejak 2013. Memiliki dimensi yang super ringkas dengan ukuran 16 × 2,5 cm, diameter rotor 12 cm dan berat total hanya 18 gram drone mungil ini mampu melesat dengan kecepatan terbang 18 km/jam.

Drone ini dilengkapi tiga mata kamera. Kamera pertama menyajika visual ke depan, kamera kedua memberikan visual tegak lurus ke bawah dan yang terakhir memantau dengan sudut 45 derajat arah bawah. Dengan tiga sudut visualisasi tersebut, operator bisa memantau situasi lapangan secara luas sehingga meningkatkan kesadaran situasional di lokasi sebelum mengambil tindakan.

Baca Juga:

Angkatan Udara Nigeria Berencana Kembangkan UAV Bersenjata

Dikonfigurasikan Sesuai Pengguna, India Lakukan Uji Terbang UAV Rustom-2

Dalam pengoperasionalannya, setiap satu paket kemasan berisi dua unit Black Hornet. Persiapan mengudaranya hanya butuh waktu 1 menit dengan durasi terbang 25 menit, lalu kembali untuk di isi ulang baterainya (kurang dari 30 menit). Selanjutnya drone ke-2 bisa segera beroperasi selagi drone pertama diisi kembali dayanya (recharge).

Pengoperasiannya bisa secara mode otonom, yakni dengan rute (guide) yang telah rancang sebelumnya menggunakan navigasi GPS. Selain itu, drone ini juga bisa diarahkan atau dikendalikan langsung oleh sang operator (pilot) lewat pantauan dilayar LCD selebar 18 cm. Hebatnya drone ini, operator tak berpengalaman sekalipun dapat menerbangkannya hanya dengan latihan mengoperasikan dalam kurun waktu 20 menit saja.

Sosoknya yang super kecil dan digerakkan motor listrik, menjadikan kehadirannya tak disadari lawan. Selain senyap, dari kejauhan drone ini juga tak begitu terlihat. Tak hanya digunakan oleh operator militer, Black Hornet juga dijual untuk umum sebagai wahana multi fungsi dalam peran seperti SAR terbatas, pemantauan aksi huru hara, pemeriksaan instalasi nuklir atau pabrik kimia.

Pada bulan Oktober 2014, Prox Dynamics meluncurkan versi Black Hornet PD-100 dengan kemampuan penglihatan malam. Versi ini juga dilengkapi dengan long-wave infrared dan day video sensor yang dapat mentransmisikan aliran video atau gambar diam beresolusi tinggi melalui tautan data digital dengan kisaran jarak hingga 1.6 km.

Tawon Hitam sangat laku dipasaran, di mana lebih dari 3.000 unit telah dikirim ke pelanggan. Varian PD-100 telah digunakan oleh militer dari 19 negara, terutama anggota NATO dan sekutunya seperti AS, Inggris, Jerman, Australia dan negara asalnya Norwegia.

Drone mungil ini pernah digunakan oleh prajurit Inggris dari Brigade Reconnaissance Force (BRF) yang bermarkas di Camp Bastion (kini Camp Shorabak), Afghanistan dalam Operasi Herrick tahun 2014. Drone in dikerahkan dari garis depan untuk terbang ke wilayah musuh untuk mengintai keberadaannya. Angkatan Darat Inggris sendiri digadang memiliki 324 unit Tawon Hitam ini.

Meskipun dimensinya mungil tapi harga perunit Black Hornet PD-100 tidaklah murah, malah terbilang sangat mahal, dilego dengan kisaran harga 190.000 dollar AS atau setara 2,5 milyar Rupiah. Namun harga demikian cukuplah layak dengan kemampuan yang ditawarkan apalagi telah teruji dalam perang sesungguhnya alias telah memiliki cap battle proven. (Rangga Baswara)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *